Pada akhir semester 2 kelas Kiddies 1 di Rupinsya, Hening dan teman-teman mendapatkan hadiah dari ummi Leli berupa botol minum dan kotak bekal. Hening senang luar biasa dan sepanjang perjalanan pulang dia membicarakan hadiah yang didapat tersebut. Sesampai di rumah, Hening meminta saya untuk mencuci botol minum dan kotak bekal itu. Tentu saya pun langsung memenuhi permintaannya.
Baru 1 bulan usia botol tersebut, tugasnya menjadi botol minum usai sudah. Gegara saya tanpa sengaja menjatuhkan botol minum tersebut yang mengakibatkan botol itu pecah. Sudah bisa dibayangkan seperti apa reaksinya Hening. Ya, dia menangis sangat kencang dan histeris lantaran botol minum itu pecah. Sambil mengeringkan air di lantai, saya gendong Hening untuk menenangkannya.
Dia amat sangat kecewa mengetahui botol minumnya saya pecahkan. Namun alhamdulillah botolnya pecah saat ayah Dana sudah gajian. Malam itu juga saya langsung mencarikan ganti botol tersebut di toko oren. Tapi saya carikan yang merk Tupperware biar lebih awet. Karena saya sudah 2x menjatuhkan botol minumnya Hening sampai pecah 😂. Mana keduanya sama-sama pemberian pula 🙃. Nggak hanya Hening yang patah hati, saya juga. Soalnya botol minum itu dikasih orang. Gimana gitu rasanya ya kalo botol yang dikasih malah dipecahin bukan oleh diri sendiri.
Meski demikian, selalu ada hikmah penting dibalik kejadian tersebut. Saya pribadi dan juga Hening jadi belajar beberapa hal dari keteledoran saya itu.
#1 Kalau Salah, Akui dan Minta Maaf
Ketika saya tanpa sengaja memecahkan botol minumnya, saya langsung meminta maaf pada Hening berkali-kali. Karena Hening masih cimit (mau 4 tahun), tentu dia belum bisa meregulasi emosinya. Sehingga saya harus menenangkannya dulu. Lumayan lama tuh nangisnya. Ada kali 10 menit nangis kencang, selebihnya nangis tipis-tipis karena masih sedih banget. Bahkan sampai menjelang mau tidur dia masih mimbik-mimbik saking sedihnya.
Dari kejadian ini, Hening jadi tau bahwa kalau salah ya langsung minta maaf. Karena untuk tau apa yang perlu dilakukan ketika melakukan kesalahan, perlu ada yang mencontohkan yaitu minta maaf. Bukan malah marah. Kalau salah, harus berani mengakui kesalahan tersebut. Nggak boleh denial apalagi playing victim. Siapa yang salah, siapa yang marah. Kan lucu!
Selain itu, saya juga pengen nunjukin ke Hening bahwa melakukan kesalahan itu lekat pada kehidupan sehari-hari kita dan itu normal. Karena kita nggak mungkin selalu melakukan segalanya dengan benar. Pasti kadang ada salah yang kita lakukan, ada keteledoran yang kita lakukan. Tapi nggak apa-apa. Akui saja kesalahan itu. Mengakui kesalahan nggak lantas bikin kita jadi tampak lemah. Namun mengakui kesalahan adalah tanda kita manusia.
Ketika merefleksikan ini, juga menjadi pengingat bagi diri saya sendiri. Agar jangan langsung menggurui atau marah-marah ketika anak melakukan kesalahan. Karena Hening sendiri nggak marah-marah ke saya karena saya mecahin botol minumnya. Ya, betul dia menangis agak histeris. Tapi bukan berarti dia marah-marah ke saya. Dia hanya mengekspresikan kekecewaannya.
#2 Sebisa Mungkin Langsung Ganti Barang Yang Dirusak
Namanya ngerusakin barang yang bukan milik saya, maka saya harus menggantinya dong. Dan nggak apa-apa bagi saya untuk langsung menggantinya hari itu juga. Karena tentu berbeda antara beli sesuatu untuk anak karena saya merusak barang miliknya dengan membelikannya karena dia tantrum pengen barang itu.
Saya berharap, Hening juga melakukan hal yang sama suatu hari nanti jika dia merusakkan barang milik orang lain. Walaupun tidak bisa mengganti langsung, setidaknya dia berjanji menggantinya dan menyampaikan dengan baik-baik. Serta memenuhi janji tersebut sesuai waktu yang disepakati.
#3 Menerima Perasaan Anak
Ini sih bagian paling penting dari momen ini. Pasti rasanya Hening sedih, marah dan kecewa banget karena barang kesayangan yang diberikan oleh gurunya, dirusak oleh emaknya. Walau nggak sengaja ngerusakin, tapi tetap rasanya pasti sakit dan sedih banget. Terlihat dari bagaimana dia menangis sampai agak histeris ketika melihat botol minumnya yang pecah.
Disini saya belajar untuk menerima perasaannya Hening. Saya ingin dia merasa aman dan nyaman untuk mengekspresikan perasaannya. Karena hal ini nggak pernah saya dapatkan dari orang tua saya, terutama ibu saya. Rasanya nggak enak banget ketik merasa sedih dan kecewa malah dimarah-marahin. Maka saya nggak mau anak saya merasakan hal demikian. Melainkan saya ingin dia merasa aman, nyaman dan diterima, bagaimanapun perasaan yang dia alami.
Walau tentu menerima perasaan anak bukan perkara mudah. Namun atas seizin Allah, saya bisa tetap tenang menghadapi Hening yang menangis meraung-raung. Alhamdulillah Allah beri jalan melalui pengetahuan untuk bisa menghadapi emosi anak. Membayangkan jika seandainya saya nggak pernah belajar parenting, kayaknya saya bakalan lebih marah lagi deh ngeliat anak saya nangis kencang perkara botol minumnya pecah.
Alhamdulillah ala kulli hal, selalu ada kebaikan dan pelajaran yang hadir dari tiap-tiap kejadian. Meski tampaknya perkara sepele, cuma botol minum yang pecah, tapi saya nggak mau menganggapnya sepele. Bagi saya, hal ini adalah momen berharga dimana saya maupun Hening jadi sama-sama belajar. Terlebih bagi saya yang masih struggling dengan regulasi emos. Bisa menghadapi anak dengan tenang saat dia tantrum adalah kemajuan yang baik bagi saya. Maka saya nggak akan menyepelekan kejadian-kejadian kecil di keseharian saya. Saya anggap momen-momen seperti ini adalah bagian dari perjalanan tazkiyatun nafs.
Post a Comment
Post a Comment