Tags

Tidak Semua Harus Seperti Khadijah

 

Sebulan lalu saya memutuskan untuk berhenti berjualan. Alasan pertama karena saya ingin mengurangi interaksi dunia maya dan agar tidak berlama-lama dengan gadget. Sehingga saya bisa memaksimalkan waktu bersama Hening dari dia bangun tidur sampai tidur lagi. Alasan kedua karena saya memiliki kesadaran bahwa ini bukan jalan rezeki saya. Rezeki yang saya maksud adalah dalam hal materi. Walau tentu makna rezeki itu sangat luas, jauh melampaui benda materi. 


Nggak tau kenapa ya, tiap saya mengunggah konten jualan, saya sering merasa overthinking dan insecure. Meskipun saya sudah mengubah intensi saya dalam berdagang, tetap saja perasaan itu muncul. Kayak gelisah aja gitu 😂. Setelah saya berhenti berjualan, perasaan-perasaan itu mulai memudar. Dengan kejadian ini semakin meyakinkan saya bahwa mungkin memang berdagang bukan jalan rezeki dan bukan jalan hidup saya. 


Lalu saya membuka soft file Psikologi Al-Qur’an untuk membaca kembali juz diri saya. Ya, memang kalau dari hasil interpretasinya, saya tidak memiliki kecenderungan dalam bidang dagang ataupun bisnis. Hanya saja mungkin saya terlalu memaksakan diri untuk menekuni bidang tersebut demi dapet duit tambahan 😂. Padahal Allah udah kasih cukup lho! Alhamdulillah. Emang dasar sayanya aja yang pingin lebih 😆. Padahal mah udah diperingati sama Allah dalam al-Qur’an, bahwa yang lebih itu (dalam hal materi) nggak selalu baik. Huh, dasar aku!


Dengan membaca kembali juz diri, semakin menguatkan saya atas keputusan saya. 


Dari keputusan yang saya buat itu, saya menyimpulkan bahwa tidak semua orang harus seperti Khadijah yang pandai berdagang. Dan tidak semua masalah ekonomi dapat diatasi dengan cara berdagang. Kepandaian berdagang adalah bakat dari Allah. Hal tersebut bisa menjadi anugerah jika memberi manfaat bagi diri dan banyak orang. Bisa juga menjadi mudharat jika bersikap kapitalis yang hanya mencari keuntungan untuk diri sendiri.


Kita pasti sering melihat ada orang yang jualan apa saja, pasti laku. Padahal dia nggak pernah mempromosikan dagangannya via media sosial misalnya. Atau sekalipun dia mempromosikan di media sosial, tapi nggak yang gimana banget. Ya, biasa aja. Nggak bikin konten yang memukau, seperti di teori-teori bisnis. Tapi pasti lakunya. Nah, itu mungkin memang sudah jalan rejekinya dia. Ya, jalan hidupnya memang dari berdagang itu.


Ada juga orang yang pandai memproduksi sesuatu, tapi dia nggak tau gimana cara menjualnya. Meskipun sudah dipajang bolak balik di media sosial, meski produknya tampak menarik, tapi pembelinya sepi. Bisa jadi memang berdagang bukan kecenderungannya. Maka dia butuh orang lain untuk menjualkan produknya. Atau bisa juga dia memberikan pelatihan atas produk yang dia buat. Dengan begitu bisa meluaskan manfaat dirinya yang bisa jadi efek sampingnya menambah dan memudahkan rejekinya.


Pada intinya setiap manusia memiliki kecenderungannya masing-masing sesuai fadhilah yang sudah Allah tetapkan pada tiap individu. Allah sudah menginstallkan beragam software dalam diri manusia seperti akal, hati, nafsu, dan lain sebagainya yang kita gunakan untuk membaca diri kita. Dengan mengenali kecenderungan kita, kita bisa menjalankan peran kekhalifahan kita. 


Karena bagaimanapun bekerja itukan bukan soal seberapa banyak harta yang bisa kita kumpulkan dari hasil bekerja. Akan tetapi soal seberapa manfaat diri kita di kehidupan ini. Karena perkara rejeki itu sudah Allah yang ngatur dan tetapkan. Seperti yang Ibnu Atha’illah selalu ingatkan agar jangan mengatur apa yang sudah Allah atur untuk kita, termasuk soal rejeki.


Ya, betul memang rejeki harus dijemput. Hidup memang butuh uang. Tapi bukan itu yang menjadi tujuan utama. Karena tujuan utama adalah ridho Allah. Perkara uang, itu hanya akibat dari kerja yang kita lakukan. Tapi sedikit atau banyak harta yang kita punya, pasti itu ada maksudnya. Karena pada yang sedikit ataupun yang banyak itu tetap selalu ada ujiannya. Yang banyak nggak selalu menciptakan kenyamanan. Yang sedikit juga tidak selalu menimbulkan derita.


Saya mengenal beberapa orang yang bekerja bukan karena uang. Mereka mengenali diri mereka, lalu bekerja dibidang yang mungkin itulah jalan hidup yang Allah takdirkan bagi mereka. Bagi mereka, yang penting adalah manfaatnya. Lalu akibat dari ketekunannya, rejeki mereka mengalir deras dari berbagai arah. Ya, emang nggak bikin mereka kaya raya sampai masuk Forbes. Tapi bikin mereka kaya pengalaman, kaya ilmu, kaya manfaat dan banyak saudara. Kadang, tidak menjadikan uang sebagai tujuan utama dalam bekerja justru melancarkan rejeki seseorang. Entah rejeki dalam bentuk apapun itu.


Dari sini saya belajar untuk lebih mengenali diri dan menyadari bahwa saya tidak harus menjadi seperti Khadijah. Bisa juga menjadi seperti Aisyah, Maryam, Fatimah al Fahri, Zaha Hadid, ataupun Rasuna Said. Karena ladang amal ada banyak bentuknya. Rejeki pun ada banyak bentuknya. Tinggal bagaimana kita mengenali kecenderungan diri, lalu mengamalkannya. 


Bekerja tidak harus bertujuan agar memiliki uang sebanyak-banyaknya. Karena bekerja juga soal menjalankan peran hidup dan menjadi manfaat bagi banyak orang.


Allahua’lam

Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller
Newest Older

Related Posts

Post a Comment