Sebulan ini saya membaca Sirah Nabawiyah. Belum selesai sih, tinggal 30an halaman lagi. Namun ada 1 hal penting yang saya pelajari ketika membaca Sirah yaitu anak buah itu tergantung pemimpinnya. Jika pemimpinnya bertakwa, maka anak buah akan meneladani. Tapi jika pemimpinnya nggak karuan, maka anak buahnya juga sebagian besar pasti nggak karuan.
Nggak perlu jauh-jauh, kita lihat saja kenyataan yang ada dihadapan kita. Kita punya pemimpin yang mulutnya kalo ngomong tuh nggak terkendali. Terlalu mudah mengatakan brengsek dan kata nggak pantas lainnya. Efeknya? Diberbagai platform berita kita menjumpai ada beberapa pejabat yang mengeluarkan statement ataupun perkataan nggak pantas. Pemimpin kita hobi joget-joget. Efeknya? Kapan lalu kita 6 potongan video yang menampilkan para anggota dewan lagi joget-joget. Bahkan ada pejabat yang bikin sesi DJ saat rapat bersama bawahannya.
Saya bukannya nggak suka liat orang lain bersenang-senang. Hanya saja mereka itu kan orang-orang yang menjalankan roda pemerintahan negara ini. Jika mereka kelakuannya nggak pantas gitu, masak yang modelan begitu mau diteladani oleh rakyatnya? Harusnya mereka itu sadar diri ya, bahwa mereka harus menjaga sikap dan ucapan mereka. Karena bagaimanapun, mereka adalah teladan bagi rakyatnya.
Udahlah digaji tinggi banget, tapi nggak amanah dan bijak dalam menjalankan peran mereka. Manusia model begitu kok bisa ya jadi pemimpin ataupun pejabat negara? 🧐 Pejabat sebaik apapun prestasinya, akan melempem di hadapan pemimpin yang nggak bijaksana.
Dalam Sirah Nabawiyah dituliskan bahwa Rasulullah ketika memilih pemimpin pasukan, beliau akan memilih seseorang yang paling bertakwa. Kenapa demikian? Karena seorang pemimpin yang bertakwa sudah pasti dia takut kepada Allah, menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Dengan begitu, si pemimpin akan sangat wara’ atau berhati-hati dalam memimpin, membuat keputusan dan menjalankan strateginya. Dengan demikian, akan mempengaruhi anak buahnya juga. Karena jika seorang pemimpin isi pikirannya nggak karuan, bagaimana dia bisa memimpin orang lain?
Contoh saja seperti Umar bin Khattab. Kita tau wataknya keras. Bahkan kadang ngasi usulan yang serampangan ke Rasulullah. Akan tetapi, karena Rasulullah adalah orang yang takwa, wara’ dan bijaksana, maka beliau menolak usulan Umar. Apakah Umar marah? Tentu tidak. Karena dia sadar diri, bahwa dia berhadapan dengan pemimpin yang berjalan diatas kebenaran. Dengan kepemimpinan Rasulullah yang bijak, Umar juga jadi berubah sikapnya jafu lebih lembut dan hati-hati.
Namun sayang, rakyat di negara besar ini lebih memilih untuk dipimpin oleh orang yang suka joget-joget, mementingkan kepentingan pribadi dan kroninya, bicaranya serampangan dan nggak jelas visi misinya. Tapi fakta seterang itu, masih aja lho ada yang ngebelain bahkan mengelu-elukan. Heran banget!
Kemarin banget, pemimpin negara besar ini mengeluarkan statement yang nggak banget. Yang mana beliau memberikan tanggapan terkait kinerja aparat kepolisian selama demo akhir Agustus kemarin. Padahal jelas-jelas ada polisi yang dengan sadisnya menggilas seorang pengemudi ojol saat menyebrang jalan. Udah gitu banyak polisi yang melakukan tindakan kekerasan kepada pendemo. Tapi apa tanggapan pemimpin-negara-besar ini? Dia bilang kalau kadang-kadang aparat ada khilafnya?
APA?
KHILAF KAU KATA?
Enteng kali bah mulutnya berucap bilang khilaf. Mana ada tindakan yang sampai merenggut nyawa seseorang bisa dianggap khilaf? Mana ada tindakan yang sampai bikin anak orang bonyok sebagai kekhilafan? Pantesan aja dulu jaman dia masih jadi militer berani melakukan tindakan semena-mena, karena dari dulu akalnya dibuang sehingga berani bertindak semena-mena.
Terus yang lebih bikin geram lagi, dia mau ngasi penghargaan pada polisi yang terluka akibat bentrok sama pendemo. Haduh, haloooo? Kok mudah sekali ngasi penghargaan pada hal-hal sepele? Sebelumnya juga udah bagi-bagi penghargaan tanda jasa ke beberapa menteri dan tokoh. Tapi ya Allah, menteri yang dikasih penghargaan lhoo adalah orang yang kerjanya nggak becus.
Saya tau jadi pemimpin negara ataupun pejabat negara itu nggak mudah. Saya tau! Tapi setidaknya mereka yang dengan sadar menjalankan peran tersebut mbok ya jadilah bijaksana dan amanah. Kalo pemimpin negara modelannya kayak gitu, bakalan kayak apa jadinya bangsa yang katanya besar ini. Bangsa besar pala lu!
Akhirnya saya jadi mengerti betapa pentingnya untuk benar-benar selektif dalam memilih pemimpin. Karena salah pilih pemimpin, salah pilih wakil rakyat, malah menyengsarakan rakyat itu sendiri.
Memang dalam hal bernegara, apalagi pada posisi jabatan tinggi, akan ada banyak sekali tantangan yang akan dihadapi. Terutama datang dari orang-orang berduit yang ternyata di belakang layar ikut mengatur urusan negara. Akan tetapi, minimal pemimpinnya adalah orang yang takut sama Tuhan. Dengan begitu secercah harapan akan kehidupan bangsa yang lebih baik dapat terlihat sinarnya.
Meski kita semua tau, ketika pemimpin itu berjalan di atas jalan yang benar, biasanya nyawanya menjadi taruhan. Karena dari fakta sejarah membuktikan, banyak pemimpin yang benar, entah usia lahirnya maupun usia jabatannya nggak pernah lama. Orang-orang licik bersatu untuk menurunkannya. Tapi setidaknya, dengan memiliki pemimpin yang amanah, kehidupan rakyat akan lebih baik. Contoh saja seperti masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Meski masa kepemimpinannya singkat, tapi rakyatnya hidup sejahtera.
Memang perlu diakui, jaman sekarang nyari pemimpin yang bertakwa itu sulit sekali. Mengingat dalam setiap pemilu, berbagai kepentingan bercokol di dalamnya. Namun semoga apa yang terjadi akhir-akhir ini bisa menjadi pelajaran bagi orang-orang berakal dan berpikir. Jangan sampai kita terjatuh lagi dan lagi di lubang gorong-gorong yang sama. Masak mau hidup soro terus, rek! Jangan lah ya~
Post a Comment
Post a Comment