Rasulullah bersabda, ”Malaikat Jibril meniupkan ke dalam hatiku bahwa suatu jiwa tidak akan meninggal sampai rejekinya habis. Makan takutlah kepada Allah dan carilah rejeki dengan cara yang baik. Jangan sampai turunnya rejekimu yang agak lambat menjadikan engkau mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Karena apapun milik Allah tidak bisa diperoleh kecuali dengan taat kepadaNya.”
Pesan ini tertulis pada buku Sirah Nabawiyah yang baru saja selesai saya baca. Setelah membaca pesan itu, pikiran saya melayang pada orang-orang yang bunuh diri, yang merampok, bahkan membunuh orang lain karena kesulitan ekonomi. Saya bertanya-tanya, apakah pesan yang sangat indah ini belum sampai kepada mereka yang sedang putus asa perkara rejeki? Rasanya sayang dan sedih sekali ketika membaca berita tentang seseorang yang bunuh diri ataupun merampok karena masalah ekonomi.
Saya tau banget kok, memang hidup butuh uang dan uang bisa didapat dari bekerja. Akan tetapi nyari kerjaan juga nggak mudah, apalagi di zaman seperti sekarang ini. Yang mana tenaga manusia mulai banyak dialihkan ke mesin-mesin yang canggih, sehingga mengurangi kesempatan manusia untuk bekerja di industri-industri. Sehingga manusia butuh keterampilan agar tetap bisa hidup dan berdaya.
Tapi tunggu dulu! Coba kita baca kembali pesan Rasulullah yang tertulis pada awal artikel ini. Disitu sudah jelas sekali bahwa rejeki seseorang tidak akan habis kecuali jika ia sudah meninggal. Akan tetapi dalam konteks ini meninggalnya secara alami, bukan karena bunuh diri. Maka selama nyawa masih dikandung raga, rejeki untuk kita masih ada. Akan tetapi rejeki itu memang butuh usaha dari kita untuk dijemput dengan cara yang baik. Jangan sampai menjemputnya dengan cara bermaksiat hanya karena lambatnya rejeki kita. Bukankan Allah sudah berkali-kali bilang dalam al-Qur’an bahwa Dia yang melebihkan rejeki juga Dia yang membatasi?
Dilebihkan ataupun dibatasi sama-sama bisa menjadi nikmat, namun bisa juga menjadi ujian bagi kita. Yang penting bagaimana sih agar kita FULL TRUST sama Allah. Itulah kenapa setelah Rasulullah ngasi tau kalau rejeki pasti tetap ada selama masih hidup, beliau juga mengingatkan untuk takut hanya kepada Allah. Dengan takut kepada Allah bikin kita enggan untuk menjemput rejeki dariNya dengan cara bermaksiat. Serta kita juga bisa ngerem nafsu kita agar tidak terlalu mengejar dunia.
Selain itu kita juga perlu menyadari bahwa Allah telah memberikan kita modal agar kita bisa menjemput rejeki itu dengan baik. Modal itu adalah akal, hati, nafsu, rasa ingin tahu, dan modal lainnya. Nafsu itu penting bagi manusia, karena dialah yang mendorong kita untuk bergerak melakukan sesuatu. Akan tetapi nafsu kita juga perlu dijaga ataupun direm, agar tidak merugikan kita. Tau sendiri kan akibatnya kalo nafsu merongrong kita?
Dengan mengoptimalkan modal dari Allah itu, membuat kita lebih paham hakikat hidup ini, peran apa yang Allah amanahkan kepada saya, bagaimana rejeki bekerja, serta bagaimana kita menjemput rejeki itu. Dengan begitu, insyaa Allah, kita bisa kok hidup dengan selayaknya. Apalagi Allah sudah ngasi tau di Surah Luqman ayat 20 bahwa Dia telah menundukkan langit dan bumi untuk kepentingan umat manusia dan menyempurnakan nikmatNya untuk kita lahir dan batin. Sehingga rasanya nggak mungkin banget kalo rejeki itu sudah habis saat kita masih hidup. Kita hanya perlu lebih husnudzon sama Allah dan tetap menjemputnya dengan cara yang baik meski tidak banyak.
Kaya ataupun miskin seseorang di dunia tidak menjadi ukuran kesuksesan seseorang. Kaya dan miskin memang sudah jadi fitrah kehidupan. Karena kalo semua orang kaya, lalu kepada siapa kita akan bersedekah, berinfak ataupun berzakat? Kalo semua orang miskin, lalu bagaimana kita akan menjalankan peran kita di dunia? Disitulah letak adilnya Allah, dimana ketika seseorang diberikan kelimpahan harta, maka harta itu juga perlu disalurkan kepada yang membutuhkan. Bersedekah nggak harus berupa harta, bisa juga berupa ilmu dan amalan lainnya. Dengan menyedekahkan ilmupun bisa juga menjadi wasilah akan berubahnya hidup si penerima manfaat jadi lebih baik. Allahu a’lam.
Oleh karenanya, ketika kita dilanda putus asa karena faktor ekonomi, ada baiknya kita renungi lagi, segala hal yang sudah Allah karuniakan untuk kita. Termasuk karunia yang tak nampak. Memang terkadang perut yang lapar membuat kita tidak bisa berpikir. Namun bukan berarti kita tidak bisa menggunakan akal kita untuk kembali kepadaNya. Mengingat dan mensyukuri nikmatNya. Serta tetap bergerak untuk menjemput rejeki dariNya dengan daya dan upaya yang kita miliki.
Post a Comment
Post a Comment