Tags

Bilik-Bilik Cinta Muhammad yang Menghangatkan Hati

 

Saya nggak tau apakah tulisan ini bisa disebut sebagai review buku atau bukan. Karena kayaknya bakalan lebih berisi spoiler tipis-tipis dan juga curhatan sih 🤣. Tapi apapun sebutannya, review buku kek atau apa kek, yang pasti saya ingin bercerita tentang buku yang baru saja selesai saya baca. Judulnya adalah Bilik-Bilik Cinta Muhammad. 


Spesifikasi

Judul : Bilik-Bilik Cinta Muhammad

Penulis : DR. Nizar Abazhah

Penerbit : Qaf Media Kreativa

Jumlah Halaman : 347 halaman


Sekilas Tentang Buku

Sesuai dengan judulnya, buku ini bercerita tentang bagaimana kondisi rumah tangga Rasulullah, bagaimana beliau me-manage kehidupan rumah tangganya bersama istri-istrinya, serta peranan mereka dalam masyarakat. Tidak hanya itu, penulis juga menceritakan sekilas kehidupan Rasulullah ketika kecil hingga remaja, hubungan beliau dengan kakek dan pamannya, bahkan bagaimana beliau berinteraksi dengan budak-budaknya, anak kandung, anak tiri, cucunya, tetangganya dan tentu para sahabat. 


Kisah kehidupan rumah tangga Rasulullah ini ditulis dengan sangat indah oleh DR. Nizar Abazhah, seorang sastrawan Arab yang bermukim di Damaskus. Serta diterjemahkan dengan sangat baik oleh K.H. Asy’ari Khatib. Makanya nggak heran pada testimoni dari penerjemah menuliskan bahwa keyboard nya basah ketika menerjemahkan buku ini. Saking rindu dan terharunya akan kisah Rasulullah yang ditulis oleh DR. Nizar. Padahal kita nggak pernah ketemu ya, tapi kita bisa merasakan kerinduan pada beliau, pemimpin umat sepanjang masa. Apalagi jika kisahnya ditulis dengan indah gini, bikin hati berdesir hangat. 


Kalau melihat jumlah halamannya, tampaknya buku ini agak tebal. Tapi untuk orang-orang yang bisa membaca cepat, mungkin bisa menyelesaikan buku ini sekali duduk. Atau mungkin bisa selesai dalam waktu 2-3 hari saja. Karena setiap susun katanya ditulis dengan sangat efektif, sangat mudah dimengerti dan bikin pingin baca terus. Akan tetapi saya pribadi nggak mau buru-buru menyelesaikan buku ini. Karena saya ingin menikmati kisah indah nan agung dari kehidupan Rasulullah. 


Kehidupan rumah tangga Rasulullah bukanlah kehidupan yang ayem-ayem aja tiap harinya. Samalah dengan kehidupan rumah tangga umatnya yang juga pasti ada gelombang dan badainya. Apalagi istrinya banyak, karakternya berbeda, usianya juga berbeda-beda. Pasti akan ada aja dramanya. Nggak kebayang tuh rasanya jadi Rasulullah menghadapi para istrinya. Apalagi kalo mulai ada yang purik 🤣. Tapi Rasulullah mah ya udah dianugerahi hati yang bersih nan tenang, sehingga bisa menghadapi segala badai kehidupan dengan tenang dan penuh ketakwaan juga. 


Gegara baca buku ini juga, saya jadi keinget salah seorang teman saya bilang kalo dia kurang suka dengan Aisyah. Setelah baca buku ini, saya jadi paham kenapa perasaan itu timbul dalam dadanya. Eits, jangan suudzon dulu. Buku ini nggak menceritakan yang jelek-jelek tentang ummul mukminin kita yang satu itu kok. Hanya saja, penulis menceritakan beberapa kejadian saat Aisyah cemburu dan bagaimana sikapnya. Xixixi. Ya wajarlah beliau cemburu, namanya juga manusia pasti punya perasaan seperti itu. Hho. 


Akan tetapi agak disayangkan kenapa ya alasan pernikahan Rasulullah dengan masing-masing istrinya tidak dijembrengkan dengan nyata dalam buku ini. Karena sampai sekarang masih banyak lho orang yang berpikiran aneh-aneh tentang poligaminya Rasulullah. Padahal beliau menikahi banyak perempuan bukan karena kemauannya. Melainkan karena perintah Allah. Oleh karenanya saya merasa penting banget deh bagi setiap penulis Sirah untuk menjelaskan alasan pernikahan Rasulullah dengan masing-masing istrinya. Selain untuk menambah pengetahuan bagi kaum muslimin, juga untuk mengurangi stigma buruk terhadap Rasulullah. Mana tau nantinya tulisan itu jadi sumber hidayah bagi orang-orang yang masih terombang-ambing. 


Bagian yang paling mengaduk-aduk hati adalah jelang akhir hayat Rasulullah. Nggak ikut menyaksikan tapi kelabunya terasa sampai disini. Sedihnya pasti tak terbayangkan. Ditinggal seseorang yang paling agung, yang namanya harum sepanjang masa. Apalagi ketika penulis menggambarkan bahwa saat Rasulullah meninggal, beliau hanya menggunakan pakaian yang lapuk. Ih, sedih banget lho. Sampai akhir hayat beliau nggak tergiur dunia sama sekali. Maasyaa Allah. 


Kalo kita mah sulit untuk zuhud. Perkara barang belum bisa di CO aja bisa bikin sedih kayak orang paling menderita sedunia 😆😆. 


Menurut saya, semua kisah yang tertulis dalam buku ini sangat bagus. Akan tetapi ada 2 hal yang saya highlight, karena kedua hal ini yang paling nempel di otak saya. Serta yang paling memberikan kesan dan makna terdalam untuk saya. Dan juga menumbuhkan setitik kesadaran dalam diri saya.


Sini… sini… Saya ceritakan satu per satu. Mari kita berdialektika bersama. 


Aisyah dan Tabiat Alamiahnya

Dalam buku ini, penulis membuat bab khusus tentang hubungan Rasulullah dengan masing-masing istrinya. Tentu setiap kisahnya sangat menarik, tapi sub bab paling menarik bagi saya ada di sub bab tentang Aisyah. 


Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Rasulullah menikahi Aisyah saat usianya masih sangat belia. Beberapa sumber mengatakan bahwa Rasulullah tidak menikahi Aisyah saat masih kanak-kanak, melainkan saat Aisyah sudah memasuki usia baligh. Akan tetapi karena waktu itu Aisyah masih dalam masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa. Maka Rasulullah memberikan kesempatan bagi Aisyah untuk menghabiskan sisa-sisa masa kekanak-kanakannya, sesuai dengan tabiat alamiahnya. 


Aisyah dibiarkan bermain, berteriak kegirangan, marah, bahkan boleh membantah. Bagi Rasulullah, itulah tabiat alami Aisyah pada usia itu. Beliau beranggapan bahwa Asiyah berlaku demikian karena tuntutan fitrahnya yang mana tiap fase perkembangan perlu diselesaikan dengan baik. Rasulullah tidak pernah mencegah Aisyah untuk melakukan apapun itu selama itu baik. Namun jika Aisyah melakukan hal yang menyimpang, Rasulullah tidak segera menasehati namun membimbingnya dengan penuh kelembutan. 


Ketika membaca sub bab ini, saya langsung tertegun dan menatap anak saya yang masih tidur dengan penuh rasa bersalah. Saya merasa sering banget mengharapkan dia untuk bisa melakukan ini itu. Atau misalnya pas mandi, dia minta cuci muka sendiri. Tapi dia cuci mukanya lama banget menurut saya, pake acara mainin sabun dulu dan segala macamnya. Sedangkan saya males banget harus berdiri lama nggak ngapa-ngapain. Sehingga saya memintanya untuk segera menyelesaikan apa yang dia kerjakan. Biar perkara mandi bisa segera selesai. 


Sebenarnya saya tau sih kita nggak boleh ngeburu-buru anak. Tapi emang dasar saya seringnya nggak sabaran, pingin segalanya ndang mari. Tapi setelah disentil lewat kisah Rasulullah dan Aisyah, saya berusaha untuk lebih sabar menghadapi fase lambreta bebocilan ini. Karena anak-anak pada dasarnya masih belum paham tentang waktu. Sehingga hidup mereka sangat mindful. Bagi anak-anak dia hanya fokus pada apa yang terjadi pada saat ini. Mereka nggak memikirkan tentang apa yang akan dikerjakannya nanti. Makanya deh kenapa bocil-bocil kalo mau ngapain-ngapain mesti super santuy bin lambreta. 


Momen super santuy bin lambreta ini sebenarnya adalah sifat khas anak-anak dimana ia sedang menikmati apa yang dikerjakannya. Makanya kenapa kita nggak boleh ngeburu-buru anak, biar gedenya dia bisa menikmati apa yang dikerjakan. Seiring berjalannya waktu, anak pasti akan belajar untuk mengatur waktunya kok. Dia nanti pasti tau mana yang harus dikerjakan dengan segera, mana yang bisa dikerjakan dengan santai. Tapi mengerjakan segala sesuatu dengan tenang perlu dibangun dari sekarang. Ya salah satu ikhtiarnya adalah dengan tidak memburu-burunya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Karena salah satu dampak buruk dari memburu-buru anak adalah nantinya dia jadi gampang cemas, apalagi kalo nggak bisa menyelesaikan pekerjaannya. Disini saya jadi belajar dan mengingatkan diri saya bahwa anak mengerjakan sesuatu dengan lambat bukan berarti nantinya dia bakalan lelet kalo mau ngapa-ngapain. Melainkan dia sedang belajar menikmati apa yang dia kerjakan dengan tenang. 


Namun bukan berarti kita ngga boleh mengingatkannya untuk segera menyelesaikan pekerjaannya. Apalagi kalo ada keperluan yang mengharuskan segera selesai. Boleh aja kok, yang penting adalah caranya harus dengan cara yang baik. Nah, cara yang baik ini yang sulit praktiknya. Apalagi kalo bawaannya kayak preman gini, soft-spoken ala Bu Nikita hanya menjadi angan-angan 😆. 


Secara teoritis sih udah tau. Cuma praktiknya yang syuliiittt. Ya Allah, betapa sabar itu sulit sekali. Mohon dimampukan. 


Atau sifat khas anak-anak lainnya yang kesannya keras kepala kalo dikasi tau, suka membantah, gampang tantrum dan sifat khas lainnya yang, ya Allah, sulit sekali diterima logika saya sebagai orang dewasa. Namun alhamdulillah, saya bersyukur sekali, ada aja cara Allah menegur emak-keras-hati ini. Biar nggak egois mulu jadi emak 😂. 


Rasulullah dan Sifat Zuhudnya

Memasuki part yang paling sulit untuk diteladani. Apalagi di era media sosial, marketplace dan link afiliasi yang bikin kita kalo mau belanja tinggal pencet-pencet dari rumah. Tapi kalo nggak ada duit, cuma bisa mupeng dan gigit jari lalu merasa paling ngenes sedunia karena nggak bisa beli barang fancy 😆. Padahal Rasulullah pernah meneladani sikap zuhud terhadap dunia. Apalagi Rasulullah pernah berpesan jelang akhir hayatnya bahwa, “Aku tidak takut jika engkau kembali musyrik. Tapi aku khawatir jika engkau terlalu mencintai dunia.” Pesan ini terasa relate di masa ini. Apalagi kalo melihat masih banyak negara yang terjajah oleh yang merasa adikuasa. Nah, itu bentuk mencintai dunia skala rakus berat. 


Tapi kita pun nggak luput kok dari mencintai dunia terlalu dalam 🤭. Apalagi kalo ngeliat yang merah-merah gambar Soekarno Hatta, barang yang blink-blink dan benda dunia lainnya. Pasti langsung mupeng kaaann 😆. Iyaaa, itu saya juga kwoook. Tenang aja. Wkwkwk. Walau berusaha juga untuk menahan diri untuk tidak terlalu mencintai dunia. Karena ternyata mencintai dunia lebih menyakitkan ketimbang menahan untuk tidak mencintainya. Hahahaha


Dalam bab Teladan Suci Rumah Tangga Nabi, penulis menggambarkan kehidupan rumah tangga Rasulullah yang super-duper-hyper sederhana ekstrim. Kalo dilihat dari kacamata orang modern, mungkin Rasulullah akan dikatakan melarat puol-puolan. Beliau hidup miskin bukan karena malas kerja, tapi beliau memang memilih untuk zuhud. Padahal Allah sudah menawarkan kekayaan pada beliau. Tapi Rasulullah menolak dan hanya meminta rezeki yang cukup untuk memenuhi kebutuhan saja. Itupun kadang beliau 3 hari nggak makan lho. Mana istri-istrinya dikasih makan seada-adanya. Tempat tinggal juga buiasa bianget. Kalo jaman sekarang pasti sudah dikasi cap merah “Keluarga miskin penerima bantuan xlshdlsl”. Sampai-sampai mereka protes dan minta dinafkahi secara “layak”. Karena mereka menuntut Rasulullah untuk dinafkahi secara layak, Rasulullah meninggalkan mereka untuk menepi. Rasulullah nggak mau ketemu siapapun. Sampai-sampai beliau disamperin Abu Bakar dan Umar, tapi Rasulullah menolak untuk bertemu. Para istrinya juga mengira kalo mereka bakalan diceraikan. 


Lama setelah beliau menepi, akhirnya Allah menurunkan surah al-Ahzab ayat 28 - 34 yang mana Allah memberikan solusi atas permasalah yang beliau alami. Tidak hanya sekedar solusi, tapi juga teguran bagi para istri Nabi. Setelah turunnya beberapa ayat tersebut, Rasulullah keluar dari kesunyiannya dan menemui istri-istrinya. Kemudian beliau menyampaikan ayat-ayat yang turun. Para istri Nabi merasa ditegur dan sadar akan kesalahannya, lalu mereka lebih memilih ridho Allah dan rasulNya daripada harta dunia. 


Untung Rasulullah hidupnya jaman dahulu kala. Coba deh hidup jaman sekarang. Nggak kebayang cacian yang akan beliau dapatkan pasti sejutakali lebih parah dari jaman dulu. Belum lagi dijadiin konten, terus jadi bahan gosip seantero jagat raya. Udah gitu didemo oleh si paling bela wanita, women suprot women. Haduh, udahlah. Kehidupan rumah tangga Rasulullah mah jauh dari kata idealnya teori-teori modern soal keadilan gender. Tapi esensinya kan bukan soal pemenuhan kehidupan dunia, melainkan kebahagiaan kehidupan akhirat. 


Tapi nih yaaa, tapiiii. Kalo kamu adalah lelaki beristri tapi malas bekerja atau mungkin pelitnya nggak ketulungan. Tulung kehidupan zuhud Nabi jangan dijadikan dalil untuk mengajak istri dan anak-anakmu hidup susah. Rasulullah tuh nggak ngajakin hidup susah, miskin bin melarat, tapi Rasulullah ngajakin untuk tidak cinta dunia. Rasulullah tuh tetap bekerja, nggak abai juga dari kewajibannya. Namun beliau memberi teladan untuk zuhud terhadap dunia, tidak hanya kepada istrinya tapi untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman. 


Cerita tentang kehidupan Rasulullah bukan cerita yang menjual agama dan surga. Tapi kehidupan Rasulullah adalah teladan bagi umat manusia dalam menghadapi ragam badai kehidupan. Beliau menunjukkan apa yang esensi dalam hidup di dunia, agar kita juga selamat di akhirat. Karena hidup di dunia nggak hanya soal yang enak-enak aja, tapi juga bagaimana kita berjuang biar di akhirat nanti bisa hidup enak. 


Mau Kasih Nilai Berapa?

Dari 1-10 saya kasih nilai 9.9 karena kesempurnaan hanya milik Allah 🤣. 


Tentu saya sangat merekomendasikan untuk membaca buku ini. Selain untuk menambah pengetahuan, juga untuk memupuk cinta kita kepada Allah dan RasulNya. 


(Buku ke 18 di tahun 2025)


Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller
Newest Older

Related Posts

Post a Comment