Tags

10 Ilmuwan Muslim Pelopor Sains Dunia

 

Sebelum membaca buku ini, sebenarnya saya sudah menyelesaikan 1 buku lainnya, tentang surah Al-Fatihah. Hanya saja saya belum nemu greng-nya untuk mengulas buku tersebut. Karena entahlah ya, pas baca buku itu kayak belum menemukan sesuatu yang memuaskan batin saya gitu dari uraian si penulis. Apa mungkin karena saya sudah baca tadabbur Al-Fatihah yang ditulis oleh Cak Nun dan Cak Fuad yang uraiannya mind-blowing banget. Terus nemu buku yang bahas Al-Fatihah, tapi kurang mendalam kayak Cak Nun sih. Jadinya pas baca buku itu dari awal sampai akhir kayak lempeng aja. Untung aja bukunya tipis kayak kesabaran saya 🀣.


Setelah itu saya membaca buku 10 ilmuwan muslim yang masih segelan di rak buku. Biar fresh lagi nih otak dan hati setelah baca buku yang kurang memuaskan hati πŸ€ͺ. 


Buku ini adalah buku terjemahan dengan judul asli Silsilah Rawād al-’UlΓ»m. Diterbitkan oleh Dar ‘Ilm al-’Arabi di Kairo pada tahun 1999. Gils, udah tua banget ini berarti bukunya. Sedangkan cetakan pertama buku ini tahun 2023. Yang berarti buku ini sudah ada sejak 24 tahun lalu. Jadi ya, jangan berharap banyak banget sih untuk dapat info lengkap. Meski demikian, tetap menarik untuk dibaca kok. Tipis pula bukunya. Lumayan buat hiburan, dibaca sambil nyantai. Serta menjadi pembuka untuk mencari lebih banyak tentang tokoh-tokoh dalam buku ini sebagai penyemangat hidup.


Spesifikasi

Judul : 10 Ilmuwan Muslim Pelopor Sains Dunia

Penulis : Mahmud Abduh

Penerbit : Qaf Media Kreativa

Jumlah Halaman : 189 halaman


Apa Isi Bukunya?

Sesuai dengan judulnya, buku ini menceritakan kisah tentang 10 ilmuwan muslim masa lampau yang memberikan kontribusi besar bagi peradaban hingga kini. Kesepuluh tokoh yang dibahas dalam buku ini adalah :

  1. Jabir bin Hayyan, Ahli Kimia;

  2. Al-Khwarizmi, Penemu Aljabar;

  3. Tsabit bin Qurrah, Pelopor Teknik dan Matematika;

  4. Al-Razi, Bapak Kedokteran Arab;

  5. Ibnu al-Haitsam, Penggagas Ilmu Cahaya;

  6. Al-Biruni, Ahli Geografi;

  7. Ibnu Sina, Ahli Kedokteran;

  8. Ibnu al-Baithar, Pelopor Farmasi dan Pakar Herbal;

  9. Al-Idrisi, Ahli Ilmu Bumi;

  10. Ibnu al-Nafis, Penggagas Sirkulasi Darah Mikro.


Saya rasa nama-nama ilmuwan tersebut sudah nggak asing lagi sih. Karena kita pasti sering membaca atau mendengar kisah mereka. 


Karena buku ini tipis banget, menurut saya, sehingga tentu pembahasan tentang masing-masing tokoh tidak secara menyeluruh. Melainkan yang banyak dibahas adalah kontribusi besar para tokoh, beserta keilmuan yang didalami oleh para tokoh. Pembahasan masing-masing tokoh porsinya nggak sama. Mungkin tergantung banyaknya referensi yang didapat oleh penulis terkait masing-masing tokoh. Namun poin penting yang dibahas tetap sama yaitu bidang ilmu yang dikuasai, kontribusinya pada perkembangan sains, serta karya-karyanya.


Semua tokoh yang dibahas dalam buku ini sangat menarik. Yang paling menarik dari mereka adalah kemampuan mereka menguasai banyak bidang ilmu. Lha wong sini menguasai 1 bidang ilmu aja rasanya empot-empotan. Sedangkan mereka, yang dikuasai nggak hanya 1 atau 2, tapi banyak. Bahkan mereka mendedikasikan seluruh hidupnya hanya untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan. Hingga akhir hayatnya pun, yang mereka pikirkan adalah soal ilmu. Di usia mereka yang sudah renta pun, yang dilakukan adalah menghasilkan karya. Saya rasa kebiasaan mereka yang tidak kenal lelah dalam belajar menjadi pengingat untuk tidak malas. Karena hasil ketekunan itu seringnya nggak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tapi juga banyak orang. Bahkan hingga lintas generasi.


Sebagai contoh adalah Ibnu al-Haitsam. Dalam buku ini dikatakan bahwa Ibnu al-Haitsam meninggal dalam keadaan miskin. Beliau sama sekali tidak meninggalkan harta, kecuali karya-karyanya dalam bidang ilmu yang beliau tekuni. Catatan ini menjadi pengingat agar jangan hanya mengumpulkan harta, tapi juga ilmu dan kebermanfaatan lainnya yang dapat memberi kontribusi bagi masyarakat luas.


Selain itu, dalam buku ini juga dituliskan tentang kritik yang diberikan oleh tokoh pada ilmuwan lainnya, terutama kepada ilmuwan sebelumnya. Baik itu kepada ilmuwan muslim ataupun ilmuwan Yunani. Memang bahasan terkait ini nggak banyak. Akan tetapi setidaknya hal ini jadi pengingat juga agar lebih teliti, hati-hati dan sabar dalam mendalami sebuah pengetahuan. 


Dialektika

Ketika saya membaca buku ini dan terkagum-kagum dengan kejeniusan, ketekunan dan kemahiran dari para tokoh. Apalagi sebagian besar mereka menguasai lebih dari 1 bidang ilmu. Saya hanya nggak bisa membayangkan bagaimana mereka mengatur waktu untuk belajar dan berkarya. Terus mereka pada nikah apa nggak? Jika ya, lalu bagaimana mereka mengatur waktu antara berkutat dengan ilmu dan membersamai keluarganya. Belum lagi banyak dari mereka yang menjadi pengajar. Mantap banget ga tuh?


Ketika pertanyaan ini terus bergema dipikiran saya. Pas lagi buka-buka Youtube, kebetulan ada video di beranda saya tentang kehidupan Ibnu Sina. Salah satu tokoh yang juga diceritakan dalam buku ini. Dalam video tersebut diceritakan bahwa Ibnu Sina sejak kecil sudah terbiasa dekat dengan ilmu. Di rumahnya ada majelis ilmu yang membicarakan tentang filsafat, fikih, agama, dan lain-lain. Oleh karenanya sejak usia 10 tahun, beliau sudah menghafal al-Qur’an. Sedangkan saat usia 16 tahun,  beliau sudah menguasai filsafat. Yaaa, kalau begini pantas saja beliau tumbuh jadi manusia yang luar biasa cinta ilmu. Karena sejak kecil beliau sudah terbiasa dekat dengan majelis ilmu. Bahkan menjelang akhir hayat, beliau aktif menulis dan menghasilkan karya. Maa syaa Allah.


Lalu saya teringat salah satu ceramahnya Nouman Ali Khan tentang mendidik anak. Beliau bilang kalo pengen punya anak yang soleh/ah, rajin ibadah, jadi ahli ilmu, maka orang tuanya juga kudu demikian. Jangan sampai orang tua nyuruh anaknya solat tepat waktu, tapi orang tuanya malah nunda-nunda. Pingin anaknya rajin belajar, jadi ahli ilmu, orang tuanya malah banyak bertengkar atau sukanya gosipan. Antara harapan sama kelakuan nggak selaras, maka jangan harap apa yang diharapkan terhadap anak bisa terwujud. 


Nampol banget ga tuh 🀭


Ketika saya berdialektika perihal ini, saya jadi mengingat-ingat kembali obrolan sama suami sehari-hari. Apakah kami sering gosipan? Apakah kami sering berantem? Apakah kami suka menunda-nunda panggilan solat? Karena bagaimanapun pendidikan anak dimulai dari keteladanan. Maka yang paling pertama untuk dididik adalah orang tua, bukan anaknya.


Alhamdulillah ya, ada aja jalan kesadaran yang Allah berikan. Xixi


Kritik Untuk Penerbit

Ada 1 hal yang menurut saya ganggu banget dari buku ini. Dan baru ini saya benar-benar merasa terganggu ketika membaca buku ini. Tapi saya agak bingung menjelaskannya secara singkat πŸ˜†.


Jadi sebagai contoh nih ya. Pada halaman 87 dijelaskan tentang penemuannya Ibnu al-Haitsam. Kalimat di halaman tersebut belum selesai, maka lanjutannya, SEHARUSNYA, ada di halaman selanjutnya. Akan tetapi halaman selanjutnya ada keterangan salah satu isi kitab yang ditulis oleh Ibnu al-Haitsam (hal. 88-89). Sehingga lanjutan kalimat di halaman 87, ada di halaman 90 πŸ˜’. Jadinya saya merasa keterangan tambahan itu jadi gangguan. Walau sebenarnya informatif. Harusnya tuh pembahasan tentang si tokoh diselesaikan dulu, baru setelah itu diberikan keterangan tambahan entah tentang foto isi kitab atau apapun itu. Dengan begitu fokusnya nggak ambyar pas lagi seru-serunya.


Ini sih menurut saya pribadi ya. Karena hal yang kayak gini nggak cuma di 1 tokoh aja. Hampir ditiap tokoh ada kasus yang serupa. Alhasil pas baca, jadi ngerasa terdistraksi πŸ˜’. Menurut saya layout, size tulisan, hasil terjemahan, itu ngaruh banget ke mood baca, selain konteks buku. Meski demikian, buku ini tetap recommended untuk menambah khasanah pengetahuan terkait ilmuwan muslim. 


Mau Kasih Nilai Berapa?

Dari 1-10 saya kasih nilai 7.5 deh ya πŸ˜…. Bukan karena konteks buku tapi karena penataan antara isi tulisan dengan keterangan-keterangan tambahan yang kureeeeng. Semoga diperbaiki ya, Penerbit ❤️. 


Kalo nemu bukunya di toko buku offline atau online, jangan lupa dibeli yaaa. Sampai rumah dibaca juga, biar nggak jadi pajangan πŸ˜….


(Buku ke 17 di tahun 2025)

Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller

Related Posts

Post a Comment